Mengubah Hikayat Hang Tuah menjadi Cerpen

Cerpen Hang Tuah 

Hang Tuah

  Pada zaman dahulu, ada seorang pemuda yang bernama Hang Tuah, anak  dari Hang Mahmud. Mereka tinggal di Sungai Duyung. Pada saat itu, semua orang di sungai Duyung mendengar kabar Raja Bintan yang baik dan sopan  kepada semua rakyatnya. Ketika Hang Mahmud mendengar kabar itu, ia berkata kepada istrinya yang bernama Dang Merdu, “Ayo kita pergi ke Bintan,  negeri yang sungguh besar, apalagi kita ini adalah orang miskin. Lebih mudah  kita mencari pekerjaan disana.” 

  Pada malam harinya, Hang Mahmud bermimpi bulan turun dari langit.  Cahayanya penuh diatas kepala Hang Tuah. Hang Mahmud pun terbangun dan  mengangkat anaknya serta menciumnya. Seluruh tubuh Hang Tuah berbau  seperti wewangian. Siang harinya, Mahmud menceritakan mimpinya pada  sang istri dan anaknya. Setelah mendengarkan ceritanya, Dang Merdu langsung memandikan dan melulurkan anaknya. Kemudian ia memberikan  anaknya kain, baju, serta ikat kepala serba putih. Lalu Dang Merdu memberi Hang Tuah makan nasi kunyit dan telur ayam. Dang Merdu juga memanggil pemuka agama untuk mendoakan keselamatan Hang Tuah. Setelah selesai, dipeluknya Hang Tuah. Hang Mahmud berkata kepada istrinya, “Anak ini kita  akan menjaganya baik-baik, jangan diberi main jauh-jauh.”  

  Pagi pun tibalah, seperti biasa Hang Tuah membelah kayu untuk kebutuhan  sehari-hari. Lalu datanglah pemberontakan dan terjadilah pemberontakan di tengah pasar. Semua orang berlarian menyelamatkan diri. Ada seseorang yang  sedang melarikan diri berkata kepada Hang Tuah. “Hai Hang Tuah, hendak  matikah kau tidak masuk ke kampung?” Hang Tuah sambil membelah kayu dan  berkata, “Negeri ini memiliki prajurit yang akan membunuhnya.” Saat ia sedang berbicara ibunya melihat bahwa pemberontak itu menuju Hang Tuah sambil  menghunuskan kerisnya.  

  Ibunya pun berteriak dari atas toko, “Hai anakku cepat lari ke atas toko”. Namun, Hang Tuah tidak mendengarkannya, ia langsung berdiri dan memegang kapak  menunggu amarah pemberontak lalu menikamnya bertubi-tubi. Hang Tuah  melompat dan mengelak dari tikaman orang itu. Ia mengayunkan kapaknya ke  kepala pemberontak, terbelah kepala pemberontak itu dan mati. Maka  seseorang yang menyaksikan peristiwa itu berteriak, “Dia akan menjadi perwira  besar di tanah Melayu ini.”  

  Peristiwa tersebut diketahui oleh keempat kawannya, Hang Jebat, Hang  Kesturi, Hang Lekir, dan Hang Lekui. Mereka bertanya kepada Hang Tuah. “Apakah benar kamu membunuh pemberontak dengan kapak?” Hang Tuah  pun tersenyum dan menjawab, “Pemberontak itu tidak pantas dibunuh dengan  keris, melainkan dengan kapak untuk kayu.” Sang Raja yang mendengarkanperistiwa tersebut mengundang Hang Tuah untuk datang ke Istana. Namun,  karena adanya sikap iri hati kepada Hang Tuah yang dimiliki Tumenggung dan  pegawai lain, mereka menghasut Sang Raja dengan memfitnah Hang Tuah.

Comments

Popular posts from this blog

Berpikir Positif (Positive Thinking)

Perbedaan kata “都” dengan kata "也”

Botol yang Sama